Hubungan Antara Frekuensi Konsumsi Minuman Berkarbonasi dengan Derajat Erosi Gigi pada Remaja SMA

Abstrak

Minuman berkarbonasi mengandung asam fosfat, asam sitrat, dan kadar gula tinggi yang berkontribusi pada proses erosi gigi, terutama di kalangan remaja yang mengonsumsinya secara rutin. Erosi gigi merupakan kondisi hilangnya struktur enamel akibat proses kimiawi tanpa keterlibatan bakteri, yang jika dibiarkan dapat menyebabkan sensitivitas dan kerusakan permanen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi minuman berkarbonasi dengan derajat erosi gigi pada remaja tingkat SMA. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara tingginya frekuensi konsumsi minuman berkarbonasi dan peningkatan derajat erosi gigi, menunjukkan pentingnya edukasi gizi dan kebiasaan konsumsi sehat pada usia remaja.

Pendahuluan

Erosi gigi merupakan salah satu bentuk kerusakan gigi non-karies yang semakin banyak dijumpai pada usia remaja. Proses ini ditandai dengan demineralisasi permukaan enamel akibat paparan asam, baik dari sumber intrinsik (seperti refluks asam lambung) maupun ekstrinsik (seperti minuman asam). Salah satu sumber utama asam ekstrinsik adalah minuman berkarbonasi, yang umumnya dikonsumsi oleh remaja karena rasanya yang menyegarkan dan pengaruh gaya hidup modern.

Minuman berkarbonasi mengandung asam fosfat, asam karbonat, dan asam sitrat yang dapat menurunkan pH lingkungan rongga mulut hingga di bawah pH kritis enamel (sekitar 5,5). Konsumsi rutin atau dalam jumlah berlebihan meningkatkan risiko terjadinya erosi, terutama jika disertai kebiasaan buruk seperti tidak berkumur setelah minum atau menggosok gigi segera setelahnya. Masa remaja merupakan periode penting karena pola konsumsi yang terbentuk dapat menetap hingga dewasa. Oleh karena itu, identifikasi faktor risiko seperti frekuensi konsumsi minuman berkarbonasi sangat penting untuk pencegahan dini erosi gigi.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel terdiri dari 100 siswa SMA berusia 15–18 tahun yang dipilih secara purposive dari dua sekolah di kota X. Data dikumpulkan melalui kuesioner tentang kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi (frekuensi per minggu) dan pemeriksaan klinis untuk menilai derajat erosi gigi menggunakan indeks Basic Erosive Wear Examination (BEWE).

Frekuensi konsumsi dikategorikan menjadi tiga kelompok: rendah (≤1 kali/minggu), sedang (2–3 kali/minggu), dan tinggi (≥4 kali/minggu). Pemeriksaan klinis dilakukan oleh dokter gigi yang telah dilatih, dan setiap permukaan gigi anterior dan posterior diperiksa untuk tanda-tanda erosi, seperti perubahan permukaan enamel, lesi cekung, dan dentin yang terlihat.

Analisis data dilakukan dengan uji korelasi Spearman untuk menilai hubungan antara frekuensi konsumsi dan derajat erosi. Uji Chi-square juga digunakan untuk melihat hubungan kategori frekuensi dengan tingkat keparahan erosi secara statistik.

Hasil dan Pembahasan

Dari 100 responden, 25% termasuk dalam kategori konsumsi rendah, 42% sedang, dan 33% tinggi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 68% siswa dengan konsumsi tinggi mengalami erosi gigi tingkat sedang hingga berat (skor BEWE ≥ 2), sementara pada kelompok konsumsi rendah hanya 12% yang menunjukkan tanda-tanda erosi ringan.

Analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi minuman berkarbonasi dengan derajat erosi gigi (p < 0,01), dengan nilai koefisien korelasi Spearman sebesar 0,64, yang menunjukkan korelasi positif sedang-kuat. Hal ini berarti semakin sering remaja mengonsumsi minuman berkarbonasi, semakin tinggi risiko erosi gigi yang dialaminya.

Secara biologis, asam dalam minuman tersebut melarutkan kristal hidroksiapatit enamel, yang bila tidak diimbangi oleh saliva atau upaya remineralisasi, menyebabkan kehilangan struktur gigi secara bertahap. Selain itu, kandungan gula juga berkontribusi secara tidak langsung dengan mempercepat metabolisme oleh bakteri, menghasilkan asam tambahan yang memperparah lingkungan asam di rongga mulut.

Kebiasaan seperti meminum dengan sedotan, tidak langsung menyikat gigi setelah konsumsi, dan memperhatikan waktu konsumsi (misalnya tidak saat malam hari) dapat membantu mengurangi dampak erosif. Namun, edukasi sejak dini tetap menjadi kunci utama dalam pencegahan.

Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi minuman berkarbonasi dengan derajat erosi gigi pada remaja SMA. Temuan ini menunjukkan perlunya intervensi berupa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut, pembatasan konsumsi minuman asam, serta promosi kebiasaan sehat sebagai bagian dari upaya preventif terhadap erosi gigi. Diharapkan pihak sekolah dan keluarga dapat berperan aktif dalam membentuk perilaku konsumsi yang lebih sehat pada remaja.

Hubungan Antara Frekuensi Konsumsi Minuman Berkarbonasi dengan Derajat Erosi Gigi pada Remaja SMA

Abstrak

Pendahuluan

Metode Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Recent Posts

Popular Posts

Uji Efektivitas Mouthwash Herbal Kombinasi Ekstrak Daun Kemangi dan Daun Sereh terhadap Bau Mulut (Halitosis)

Formulasi dan Uji Daya Bersih Pasta Gigi Berbasis Arang Aktif dan Ekstrak Daun Mint terhadap Plak Gigi

Analisis Hubungan Durasi Penggunaan Gadget dengan Kebiasaan Bernapas Lewat Mulut dan Risiko Maloklusi